Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti
pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri
dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya
dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka
dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani.
Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada
reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang
berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang atau jathilan,
yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping.
Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil
yang membawakan adegan lucu yang disebut Bujang Ganong atau Ganongan.
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya
bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan
pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan
atau sunatan, biasanya cerita pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi.
Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin
rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang
sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan.
Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan
kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk
kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa
mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi.
Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang
berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.
CULTURE ART
Selasa, 03 Juni 2014
Tokoh-tokoh dalam seni Reog
Jathil
Jathilan (depan)
Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam seni
Reog. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda
yang sedang berlatih di atas kuda. Tarian ini dibawakan oleh penari di mana
antara penari yang satu dengan yang lainnya saling berpasangan. Ketangkasan dan
kepiawaian dalam berperang di atas kuda ditunjukkan dengan ekspresi atau greget
sang penari.[4]Jathilan ini pada mulanya ditarikan oleh laki-laki yang halus, berparas ganteng atau mirip dengan wanita yang cantik. Gerak tarinya pun lebih cenderung feminin. Sejak tahun 1980-an ketika tim kesenian Reog Ponorogo hendak dikirim ke Jakarta untuk pembukaan PRJ (Pekan Raya Jakarta), penari jathilan diganti oleh para penari putri dengan alasan lebih feminin. Ciri-ciri kesan gerak tari Jathilan pada kesenian Reog Ponorogo lebih cenderung pada halus, lincah, genit. Hal ini didukung oleh pola ritmis gerak tari yang silih berganti antara irama mlaku (lugu) dan irama ngracik.[5]
Warok
Warok Ponorogo
Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Warok
"Warok" yang berasal dari kata wewarah adalah orang yang mempunyai
tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah
wong kang sugih wewarah (orang yang kaya akan wewarah). Artinya, seseorang
menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain
tentang hidup yang baik.Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku,
lan wus menep ing rasa (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku
hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).[6]Warok merupakan karakter/ciri khas dan jiwa masyarakat Ponorogo yang telah mendarah daging sejak dahulu yang diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi penerus. Warok merupakan bagian peraga dari kesenian Reog yang tidak terpisahkan dengan peraga yang lain dalam unit kesenian Reog Ponorogo. Warok adalah seorang yang betul-betul menguasai ilmu baik lahir maupun batin.[4]
Barongan (Dadak merak)[sunting | sunting sumber]
Barongan (Dadak merak)
Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Dadak merak
Barongan (Dadak merak) merupakan peralatan tari yang paling dominan dalam
kesenian Reog Ponorogo. Bagian-bagiannya antara lain; Kepala Harimau (caplokan),
terbuat dari kerangka kayu, bambu, rotan ditutup dengan kulit Harimau Gembong.
Dadak merak, kerangka terbuat dari bambu dan rotan sebagai tempat menata bulu
merak untuk menggambarkan seekor merak sedang mengembangkan bulunya dan
menggigit untaian manik - manik (tasbih). Krakap terbuat dari kain
beludru warna hitam disulam dengan monte, merupakan aksesoris dan tempat
menuliskan identitas group reog. [4]
Dadak merak ini berukuran panjang sekitar 2,25 meter, lebar sekitar 2,30 meter,
dan beratnya hampir 50 kilogram.Klono Sewandono[sunting | sunting sumber]
Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Klono Sewandono
Prabu Klono Sewandono
Klono
Sewandono atau Raja Kelono adalah seorang raja sakti mandraguna yang
memiliki pusaka andalan berupa Cemeti yang sangat ampuh dengan sebutan Kyai
Pecut Samandiman kemana saja pergi sang Raja yang tampan dan masih muda ini
selalu membawa pusaka tersebut. Pusaka tersebut digunakan untuk melindungi
dirinya. Kegagahan sang Raja di gambarkan dalam gerak tari yang lincah serta berwibawa,
dalam suatu kisah Prabu Klono Sewandono berhasil menciptakan kesenian indah
hasil dari daya ciptanya untuk menuruti permintaan Putri (kekasihnya). Karena
sang Raja dalam keadaan mabuk asmara maka gerakan tarinyapun kadang
menggambarkan seorang yang sedang kasmaran.[4]Bujang Ganong (Ganongan)
Bujang Ganong (Ganongan)
Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom adalah salah satu tokoh
yang enerjik, kocak sekaligus mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga
disetiap penampilannya senantiasa di tunggu - tunggu oleh penonton khususnya
anak - anak. Bujang Ganong menggambarkan sosok seorang Patih Muda yang cekatan,
berkemauan keras, cerdik, jenaka dan sakti.[4]
Kontroversi
Tarian sejenis Reog Ponorogo yang ditarikan di Malaysia dinamakan Tari Barongan tetapi memiliki unsur Islam[7]. Tarian ini juga menggunakan topeng dadak merak, yaitu topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu merak. Deskripsi dan foto tarian ini ditampilkan dalam situs resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia.
Kontroversi timbul karena pada topeng dadak merak di situs resmi tersebut terdapat tulisan "Malaysia",[7][8] dan diakui sebagai warisan masyarakat keturunan Jawa yang banyak terdapat di Batu Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia. Hal ini memicu protes berbagai pihak di Indonesia, termasuk seniman Reog asal Ponorogo yang menyatakan bahwa hak cipta kesenian Reog telah dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004, dan dengan demikian diketahui oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.[9] Ditemukan pula informasi bahwa dadak merak yang terlihat di situs resmi tersebut adalah buatan pengrajin Ponorogo.[10] Ribuan seniman Reog sempat berdemonstrasi di depan Kedutaan Malaysia di Jakarta.[11] Pemerintah Indonesia menyatakan akan meneliti lebih lanjut hal tersebut.[9]
Pada akhir November 2007, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain menyatakan bahwa Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli negara itu. Reog yang disebut “Barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor dan Selangor, karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke negeri tersebut sebelum penubuhan Indonesia, menjadikan migran itu tidak pernah menjadi rakyat Indonesia.[12].
Legenda REOG PONOROGO
Legenda Cerita Reog
Reog dimanfaatkan sebagai sarana mengumpulkan massa
dan merupakan saluran komunikasi yang efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki
Ageng Mirah kemudian membuat cerita legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin
yang oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya sebagai sejarah. Adipati
Batorokatong yang beragama Islam juga memanfaatkan barongan ini untuk
menyebarkan agama Islam.
Nama Singa Barongan kemudian diubah menjadi Reog, yang
berasal dari kata Riyoqun, yang berarti khusnul khatimah yang bermakna walaupun
sepanjang hidupnya bergelimang dosa, namun bila akhirnya sadar dan bertaqwa
kepada Allah, maka surga jaminannya. Selanjutnya kesenian reog terus berkembang
seiring dengan perkembangan zaman. Kisah reog terus menyadur cerita ciptaan Ki
Ageng Mirah yang diteruskan mulut ke mulut, dari generasi ke generasi.
Menurut legenda Reog atau Barongan bermula dari kisah
Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu
Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu sering tidak memenuhi kewajibannya
karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh sang permaisuri. Oleh karena
itu dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit macan gembong (harimau Jawa)
yang ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan sebagai harimau
sedangkan merak yang menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu
agar sindirannya tersebut aman, Ki Ageng melindunginya dengan pasukan terlatih
yang diperkuat dengan jajaran para warok yang sakti mandraguna. Di masa
kekuasaan Adipati Batorokatong yang memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu,
reog mulai berkembang menjadi kesenian rakyat. Pendamping Adipati yang bernama
Ki Ageng Mirah menggunakan reog untuk mengembangkan kekuasaannya.
Reog mengacu pada beberapa babad, Salah satunya adalah
babad Kelana Sewandana. Babad Klana Sewandana yang konon merupakan pakem asli
seni pertunjukan reog. Mirip kisah Bandung Bondowoso dalam legenda Lara
Jongrang, Babad Klono Sewondono juga berkisah tentang cinta seorang raja,
Sewondono dari Kerajaan Jenggala, yang hampir ditolak oleh Dewi Sanggalangit
dari Kerajaan Kediri. Sang putri meminta Sewondono untuk memboyong seluruh isi
hutan ke istana sebagai mas kawin. Demi memenuhi permintaan sang putri,
Sewandono harus mengalahkan penunggu hutan, Singa Barong (dadak merak). Namun
hal tersebut tentu saja tidak mudah. Para warok, prajurit, dan patih dari
Jenggala pun menjadi korban. Bersenjatakan cemeti pusaka Samandiman, Sewondono
turun sendiri ke gelanggang dan mengalahkan Singobarong. Pertunjukan reog
digambarkan dengan tarian para prajurit yang tak cuma didominasi para pria
tetapi juga wanita, gerak bringasan para warok, serta gagah dan gebyar kostum
Sewandana, sang raja pencari cinta.
Versi lain dalam Reog Ponorogo mengambil kisah Panji.
Ceritanya berkisar tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis
pujaannya, ditemani prajurit berkuda dan patihnya yang setia, Pujangganong.
Ketika pilihan sang prabu jatuh pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit, sang dewi
memberi syarat bahwa ia akan menerima cintanya apabila sang prabu bersedia
menciptakan sebuah kesenian baru. Dari situ terciptalah Reog Ponorogo.
Huruf-huruf reyog mewakili sebuah huruf depan kata-kata dalam tembang macapat
Pocung yang berbunyi: Rasa kidung/ Ingwang sukma adiluhung/ Yang Widhi/ Olah
kridaning Gusti/ Gelar gulung kersaning Kang Maha Kuasa. Unsur mistis
merupakan kekuatan spiritual yang memberikan nafas pada kesenian Reog Ponorogo.
Topeng Reog Ponorogo dalam National Gift Auction Miss Universe 2013
Sebelum menuju malam grand final, wakil dari Indonesia, Whulandary dan para kontestan lainnya mengikuti karantina yang dimulai 20 oktober 2013 lalu. Berbagai kegiatan diikuti oleh para kontestan yang berasal dari seluruh dunia, termasuk salah satu kegiatan rutin tiap tahun, malam pelelangan cinderamata.
Setiap kontestan diwajibkan untuk membawa cinderamata atau barang yang menjadi ciri khas negara asal masing-masing. Barang tersebut kemudian dilelang dalam acara National Gift Auction yang diselenggarakan di Crocus City Mall, Rusia.
Pada tahun lalu Puteri Indonesia 2011, Maria Selena membawa cinderamata miniatur garuda yang senada dengan National Costume yang berhasil meraih best 10 National Costume Miss Universe 2012, kali ini Yayasan Puteri Indonesia (YPI) menyiapkan Topeng Reog Ponorogo dalam acara National Gift Auction tahun ini, seperti inilah cara yang dilakukan YPI untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia.
Saatnya mendukung Indonesia melalui Whulandary, Puteri Indonesia 2013 untuk melaju mulus di 16 besar Miss Universe 2013 melalui Voting Online. Vote sebanyak-banyaknya melalui e-mail dan beri rating tertinggi untuk wakil kita tercinta. Keep vote guys! Semoga tahun ini nama Indonesia kembali disebut di ajang internasional, setelah kemarin sudah menorehkan 3rd Runner Up Miss Supranational 2013 di Belarus,
Langganan:
Postingan (Atom)