Legenda Cerita Reog
Reog dimanfaatkan sebagai sarana mengumpulkan massa
dan merupakan saluran komunikasi yang efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki
Ageng Mirah kemudian membuat cerita legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin
yang oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya sebagai sejarah. Adipati
Batorokatong yang beragama Islam juga memanfaatkan barongan ini untuk
menyebarkan agama Islam.
Nama Singa Barongan kemudian diubah menjadi Reog, yang
berasal dari kata Riyoqun, yang berarti khusnul khatimah yang bermakna walaupun
sepanjang hidupnya bergelimang dosa, namun bila akhirnya sadar dan bertaqwa
kepada Allah, maka surga jaminannya. Selanjutnya kesenian reog terus berkembang
seiring dengan perkembangan zaman. Kisah reog terus menyadur cerita ciptaan Ki
Ageng Mirah yang diteruskan mulut ke mulut, dari generasi ke generasi.
Menurut legenda Reog atau Barongan bermula dari kisah
Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu
Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu sering tidak memenuhi kewajibannya
karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh sang permaisuri. Oleh karena
itu dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit macan gembong (harimau Jawa)
yang ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan sebagai harimau
sedangkan merak yang menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu
agar sindirannya tersebut aman, Ki Ageng melindunginya dengan pasukan terlatih
yang diperkuat dengan jajaran para warok yang sakti mandraguna. Di masa
kekuasaan Adipati Batorokatong yang memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu,
reog mulai berkembang menjadi kesenian rakyat. Pendamping Adipati yang bernama
Ki Ageng Mirah menggunakan reog untuk mengembangkan kekuasaannya.
Reog mengacu pada beberapa babad, Salah satunya adalah
babad Kelana Sewandana. Babad Klana Sewandana yang konon merupakan pakem asli
seni pertunjukan reog. Mirip kisah Bandung Bondowoso dalam legenda Lara
Jongrang, Babad Klono Sewondono juga berkisah tentang cinta seorang raja,
Sewondono dari Kerajaan Jenggala, yang hampir ditolak oleh Dewi Sanggalangit
dari Kerajaan Kediri. Sang putri meminta Sewondono untuk memboyong seluruh isi
hutan ke istana sebagai mas kawin. Demi memenuhi permintaan sang putri,
Sewandono harus mengalahkan penunggu hutan, Singa Barong (dadak merak). Namun
hal tersebut tentu saja tidak mudah. Para warok, prajurit, dan patih dari
Jenggala pun menjadi korban. Bersenjatakan cemeti pusaka Samandiman, Sewondono
turun sendiri ke gelanggang dan mengalahkan Singobarong. Pertunjukan reog
digambarkan dengan tarian para prajurit yang tak cuma didominasi para pria
tetapi juga wanita, gerak bringasan para warok, serta gagah dan gebyar kostum
Sewandana, sang raja pencari cinta.
Versi lain dalam Reog Ponorogo mengambil kisah Panji.
Ceritanya berkisar tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis
pujaannya, ditemani prajurit berkuda dan patihnya yang setia, Pujangganong.
Ketika pilihan sang prabu jatuh pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit, sang dewi
memberi syarat bahwa ia akan menerima cintanya apabila sang prabu bersedia
menciptakan sebuah kesenian baru. Dari situ terciptalah Reog Ponorogo.
Huruf-huruf reyog mewakili sebuah huruf depan kata-kata dalam tembang macapat
Pocung yang berbunyi: Rasa kidung/ Ingwang sukma adiluhung/ Yang Widhi/ Olah
kridaning Gusti/ Gelar gulung kersaning Kang Maha Kuasa. Unsur mistis
merupakan kekuatan spiritual yang memberikan nafas pada kesenian Reog Ponorogo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar